Jadi Aku Sebentar Saja

Rasanya mengerut seketika diasingkan, entah dari siapa, darimana atau oleh apa..

Saya tidak berniat untuk berprasangka terhadap oranglain, kecuali prasangka yang baik. Saya lemah akan penilaian saya terhadap sifat oranglain. Saya terpacu pada energi negatif yang terpancar daripada energi positif  yang keluar dari diri seseorang. Saya merasa tidak bisa menangkap aura positif yang timbul secepat aura negatif yang saya tangkap.

Pernah nggak, temen-temen semua, ketika awal pertama bertemu dengan temna baru atau berkumpul dengan kawan baru , entah dimulai dari diajak teman atau dari diri kita sendiri yang memulai perkenalan itu, ada rasa canggung bahkan takut, jika kehadiran kita tidak langsung diterima dengan baik oleh lawa bicara kita, atau jika pada awal pertemua kita tidak saling cocok dengan pembahasan yang sedang berlangsung. Ini bukan pertemuan antara 2 orang saja, ini pertemuan yang dilakukan lebih dari 2 orang, bahkan beberpa orang yang cukup banyak. 

Kalau saya, sering, bahkan selalu.
Saya selalu berprasangka diawal sebelum memulai pertemuan dengan kawan-kawan baru, saya selalu berfikir, kalau nanti saya berkumpul dengan mereka, apakah saya bisa membaur dengan mereka? apakah materi pembahasannya sejalan dengan kehidupan saya? apakah saya akan mampu menerusnya pertemuan ini di waktu berikutnya? 

saya cenderung introvert,saya sulit memulai suatu pembicaraan sebelum lawan bicara saya yang mengutarakannya terlebih dahulu. Saya sedikit canggung untuk memulai suatu pembicaraan. Saya tidak bisa mengatakan hal-hal yang berbau basa-basi untuk menghangatkan suasana atau mencairkan sebuah ketegangan. Setiap saya ingin mengucapkan satu kata saja, bibir saja seperti terbelit sesuatu yang membuat saya berat untuk mengucapkan, salah bicara, salah waktu yang tepat untuk memulai, jatuhnya adalah rasa bosan.

Tidak sedikit yang mengerti kondisi saya, dan mampu mencairkan suasana saya menjadi baik-baik saja, tanpa rasa ragu ataupun takut. Tidak sedikit yang mampu memulai pembicaraan untuk menjadikan suasana menjadi hangat kembali dan tidak terkesan kaku. Beberepa orang inilah yang membuat saya merasa nyaman untuk selalu berada didekat mereka. Membuat saya hanya terpaku pada kenyamanan mereka dan membatasi interaksi saya terhadap beberapa dari mereka yang tidak memiliki ketertarikan terhadap diri saya (dalam hal berinteraksi). 

Saya bingung, bagaimana cara memperbaikinya. Bahkan dirumahpun ketika saya sedang kedatangan tamu atau saudara yang berkunjung kerumah, saya cendurung tidak menunjukkan diri saya dihadapan mereka, saya selalu mengurung diri saya di kamar, dan hanya mendengarkan perbincangan  mereka dengan orangtua di ruang tamu. Mungkin keluarga saya merasa kecewa, atau mungkin orangtua saya merasa kesal dengan sikap saya. Bahkan saya sendiri pun kesal dengan diri saya, mengapa saya terbentuk dengan keadaan seperti ini?

Kejadian terus berlangsung sampai saya masuk ke dunia perkuliahan. Saking tidak percaya dirinya saya, saya hanya memiliki satu teman yang selalu saya buntuti kemana-mana, teman dari semasa SD, tapi yang tidak kita sadari sejak kapan kami mulai dekat sebagai teman, karena semasa sekolah kami cenderung cuek dan tidak saling peduli. Tapi kami disatukan dalam pertemanan hingga ke masa perkuliahan. Iya, dia yang selalu menemani saya diawal-awal perkuliahan , kami sellau berngkat kuliah bersama, pulang bersama. Karena disitu saya berfikir, selain dia, siapa lagi yang mau menemani saya. Sulit mengajak atau memulai mencari teman baru kala itu, takut dan malu menjadi satu kesatuan.

Lambat laut, ada beberapa teman yang saya kenal karena kami disatukan dengan tugas kelompok. Ketika dimulai pembagian kelas baru, saya hampir ketakutan karena teman baik saya ini apakah akan satu kelas dengan saya, atau dia berbeda kelas, kalau kami disatukan kembali, tentukan saya sangat mengharapkan itu, tapi kalau kami sampai terpisah kelas, entah apa yang ada dipikiran saya, mungkin saya akan menyendiri dikelas dan sulit bergaul dengan teman baru. Sampai suatu ketika saya beranikan diri untuk mengirimkan pesan sms ke salah satu teman baru saya yang perempuan. Disitu saya meminta agar ia mau menjadi teman saya dikelas baru nanti, karena saya sangat takut apabila saya tidak memiliki teman dikelas nanti. Untungnya dia mengiyakan dan saya mulai memiliki teman baru.

Sebenarnya saya bisa membaur, saya bisa bergabung dengan mereka, hanya saja saya minim keberanian untuk mencoba. Lambat laun saya memiliki teman dan akhirnya berujung pada persahabatan. Mungkin ini salah atu bentuk prestasi dalam kehidupan saya, dimana keberanian itu patut ditanamkan pada diri seseorang. Terlepas ujung baik atau buruk , asalkan kita mau mencoba berani untuk lebih baik dan berubah ke arah yang lebih baik, semua kendala dalam kehidupan akan mudha diatasi.

Kejadian ini belum sepenuhnya pulih, sampai sekarang saya masih memiliki sifat ketidakberanian itu. Entah saya tidak bisa megutarakan sesuatunya dengan jelas atau ucapan saya ini tidak berkelas, saya selalu merasa apa yang saya bicarakan dihadapan beberapa orang, terkesan tidak didengarkan dan terkesan tidak dipedulikan. Saya coba utarakan pendapat, tapi tidak jarang diabaikan. Saya coba berbiacara dengan santai, dengan topik yang ngawur sekalipun, dengan omongan yang sekilas basa basi atau naglor ngidul, tapi hasilnya selalu nihil. Saya merasa apa yang saya utarakan tidak selalu didengarkan, bahkan terkesan hanya angin yang berlalu lalang. Tidak seperti mereka yang benar-benar didengarkan. Saya suak berfikir, jika mereka jadi saya walau hanya sebentar saja, apakah mereka akan berkata yang sama dengan saya? apakah mereka akan mersakan hal yang sama dengan saya? Sampai saat ini, saya masih mengevaluasikan diir saya, saya mencoba dan berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM BIDANG TEKNIK SIPIL

PENGARUH EKSENTRISITAS BEBAN TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL

ISD - Part 7