Ku Cari Letak Bahagiaku

Entah apa yang bisa aku terima dari sebuah kehidupan yang sang pedih aku jalani. Disebuah kebahagiaan terlihat massih ada saja yang menampakkan kesedihan, kesakitan, dan kehancuran. Seharusnya ini tidak terjadi untuk kesekian lamanya , tapi dadaku semakin bergetar dan sesak terasa di rongga nya. Aku tahan sekuat aku bisa, semampu aku mau, dan setegar melebihhi tegarnya batu karang. 

Entah nasib apalagi yang aku terima atau takdir yang tak berhujung usai. Dadaku semakin rapuh hatiku selalu bergetar ketika tiba-tiba aku mendapatkan kebahagiaan karena disaat aku dapatkan bahagia itulah aku harus siap menerima kepahitan hidup yang melebihi batas bahagia yang aku dapat. Aku merasa disinilah aku yang paling kuat diantara manusia di dunnia ini yang aku kenal karena hanya akulah yang diberi ujian dengan waktu yang cukup lama. 

Bosan, penat, rasanya ingin hilang dari dunia ini, ingin kabur dari masalah ini., ingin selesai dari ujian ini. Bahkan merampas kebahagiaan oranglain yang belum pernah aku punya. 

Mengapa hanya sementara?
Mengapa manusia diberikan batas ukuran kebahagiaan masing-masing?
Sesali diri bukan karena pernah menapaki kaki di bumi. tapi ujian yang berlarut panjang yang tak kunjung reda. Setiap detik, menit, jam, yang harus dirasakan hanya perih. Padahal aku tidak pernah menyakiti siapapun atau Apakah aku tiak pernah menyadari telah menyakiti siapapun?

Keluargaku adalah orang-orang yang aku sayang dan aku cintai karena Allah. Kekurangan dan kelebihan mereka telah aku terima dengan tulus. Tapi mengapa yang terjaddi bukan karena ketulusan hatiku mencintai mereka. Permasalannya bukan karena kami tidak saling menyayangi atau menerima. 

Sebuah pertanyaan besar, Ini nasib atau takdir?
Jika ini nasib, aku minta kepadamu Tuhan, lekas lepasskanlah nasib buruk ini dari genggaman keluargaku. Tetapi, jikan inni takdir, aku mohon rubahlah takdir kami menjadi ebih baik dan indah supaya kami bisa menghirup udara kebahagiaan. Rasanya hati ini sudah mati, sudah tidak bernyawa. 

Saatnya aku meneteskan air mata tanpa sebuah kata dan sebuah makna, hanya menangisi diri sendiri dan mengasihi hatio yang kelam. Butuh waktukah untuk menggantikan air mataku dengan emas kebahagiaan yang Engkau punya? Tak pernah putus doa yang kupanjatkan kepadaMu, tak hentinya aku berucap syukur kepadaMu. Ini karena aku yang kurang bersyukur atau aku yang terlalu lemah menghadapi ujianMu. 

Doaku: Tetapkanlah keluargaku pada kebahagiaanMu ya Rabb, karena kami tak pernah menuntut lebih dari itu semenjak kami sebagai anak dari kedua orangtua kami yang lahir ke dunia ini tanpa sehelai benang. Hidupkan kami dengan bahagia. Selamatkan kami dari derita. Kembalikan kebahagiaan milik kami. Kami merindukanMu dan SunahMu. Kami rindu akan kassih sayangMu ya Rabb. Sungguh kami merindukan itu. 

Komentar

Anonim mengatakan…
allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak mau meruahnya

Postingan populer dari blog ini

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM BIDANG TEKNIK SIPIL

PENGARUH EKSENTRISITAS BEBAN TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL

ISD - Part 7